Saya terus terang tidak mengikuti secara mendalam diskusi-diskusi yang terjadi dan apa yang sebenarnya sedang terjadi, namun saya sharing saja sedikit mengenai pandangan saya mengenai kasus unik ini, tentu saja dari pandangan saya yang sempit dan berada diluar lingkaran Depdiknas.
Bermula dari figur bernama Gatot HP, seorang Doktor lulusan Jerman yang bidang kompetensi utamanya adalah teknologi informasi & komunikasi (TIK). Saya kenal beliau pada saat menjabat sebagai Kepala Dikmenjur (Pendidikan Menengah Kejuruan). Pada saat itu saya kebetulan sedang mulai bergelut sebagai Kepala Sekolah SMK TI Airlangga di Samarinda. Dengan visi dan spiritnya yang tinggi, pak Gatot HP kemudian menginisiasi banyak kegiatan yang mengarah pada pemanfaatan TIK untuk sekolah-sekolah kejuruan di Indonesia.
Salah satu program yang fenomenal menurut saya adalah konsepnya untuk membuat ICT Center di setiap Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Motor setiap ICT Center adalah SMK yang dianggap paling mampu di setiap lokasi. ICT Center diharapkan mampu merangkul semua mitra potensial di daerahnya untuk diberdayakan memajukan TKI di seluruh komponen pendidikan di daerahnya masing-masing. Melalui program-program di Dikmenjur, pak Gatot HP kemudian melengkapi ICT-ICT ini dengan berbagai fasilitas berikut dananya. Jatuh bangun, berhasil tidak berhasil, akhirnya pelan-pelan terbentuklah pusat-pusat kegiatan pemberdayaan TKI untuk pendidikan di daerah-daerah. Mulai dari penyediaan akses Internet, sharing akses jaringan ke sekolah-sekolah, hingga pelatihan-pelatihan tenaga teknis TIK untuk sekolah-sekolah.
Saya kebetulan ada di lingkaran ini dan menyaksikan sendiri geliat perkembangannya, tidak hanya di Samarinda tapi juga di seluruh Indonesia melalui milis Dikmenjur di Yahoogroups yang memang awalnya dibuat untuk mendukung program-program Dikmenjur. Sangat banyak tantangan, sangat banyak kisah kegagalan, sangat banyak keluhan-keluhan para pejuangnya di lapangan dan di sudut-sudut pelosok Indonesia dalam menjalankan mimpi besar pak Gatot HP ini. Sangat banyak tabrakan teknis di lapangan, sangat banyak tabrakan sosial budaya dengan pemerintah daerah setempat, begitu banyak kritik dari kanan dan kiri Depdiknas... Namun beliau jalan terus... salut...
Hasilnya, terasa sekali! Melalui Dikmenjur, SMK-SMK memang berhasil menjadi motor didaerahnya masing-masing untuk menjadi pionir pemanfaatan TIK di sekolah-sekolah (mulai dari SD, SMP hingga SMA/K). Tentu saja tidak semua, ada daerah yang ICT Center nya mati, ada yang jalan seadanya, tapi banyak juga yang maju. Di beberapa ICT Center yang maju, tim mereka bertindak sangat profesional dalam membangun jaringan komputer dan Internet antar sekolah yang kemudian menjadi cikal-bakal Jardiknas. Suatu mimpi besar berikutnya mulai lahir...
Bandingkan dengan kisah INHERENT (jaringan komputer antar perguruan tinggi se-Indonesia) yang dikelola Dikti (Pendidikan Tinggi) Depdiknas RI. Saya lihat pengembangan INHERENT lebih banyak bersifat top-down dan formal. Jardiknas ala Dikmenjur dikelola berbasis komunitas. Ribuan teknisi dan penggunanya di lapangan adalah para "pejuang" yang sebagian besar digerakkan idealisme yang tinggi tanpa menuntut macam-macam... Maklum sebagian besar pejuang grass root Jardiknas adalah para guru di SMK yang seakan tersiram air sejuk menyaksikan sepak terjang Dikmenjur (dan pak Gatot HP) yang memang diarahkan untuk memberdayakan seluruh potensi di lapangan untuk memajukan pemanfaatan TIK di Indonesia. Orang-orang muda yang potensial dan punya kompetensi tinggi dari daerah diberikan kesempatan untuk maju ke tingkat nasional. Muncul lah nama-nama seperti Kwarta Adiprama dari Malang dan Khalid Mustafa dari Makassar (saya hanya kenal mereka dari milis). Mereka ini orang-orang daerah yang vokal dan kompeten, oleh pak Gatot HP diorbitkan dan diberi kesempatan berkiprah memajukan Dikmenjur di level nasional.
Gerakan-gerakan Dikmenjur menurut saya memang radikal dan berani.
Kemudian muncul lah program Jardiknas secara resmi. Kemudian pak Gatot HP dipindahkan ke Biro Perencanaan & Kerjasama Luar Negeri (BPKLN). Uniknya, program yang beliau rintis di Dikmenjur kemudian dibawa juga pindah ke posisi barunya. Secara logika, memang aneh... BKPLN yang merupakan sebuah alat supporting dalam organisasi tapi mengelola program teknis operasional di lapangan. Tapi, anything can happen di negeri kita.
Entah kenapa, setelah saya tidak mengikuti perkembangan karena tidak aktif lagi di SMK, saya mendengar bahwa Pustekom masuk dan langsung mengambil alih program Jardiknas. Kabarnya, Pustekom mengambil seorang pentolan Jardiknas untuk menjalankan program maha besar ini. Kemudian muncul lah pandangan-pandangan baru karena "roh" pak Gatot HP yang selama ini menjiwai semuanya kemudian hilang dan diganti oleh orang lain. Koneksi internasional 100 Mbps Jardiknas melalui Telkom (aiatu Indosat?) diputus, konon karena katanya Pustekom menganggap bahwa hal ini tidak efektif... Padahal ribuan guru dan siswa di seluruh pelosok nusantara melalui node-node ICT Center telah menikmati Internet gratis sebelumnya.
Secara alamiah, tampaknya muncul "perlawanan" atau mungkin halusnya "resistensi" terhadap gerakan-gerakan Pustekom dalam menjalankan Jardiknas. Orang-orang lapangan (berbasis komunitas ICT Center) yang selama ini "berjaya" di daerah-daerah mulai direncanakan untuk diganti perannya oleh tim lain bentukan Pustekom. Pustekom membawa vendor besar seperti Intel dan Microsoft. Dulu pak Gatot akrab dengan Cisco (karena memang fokus awal adalah membangun jaringan) dan Sun/Java (open source). Pustekom juga memperkenalkan anggaran versi mereka sebesar Rp 20+ milyar untuk maintenance Jardiknas yang dilihat "miring" oleh pejuang ICT Center yang konon hanya memerlukan Rp 3 milyar untuk melakukannya bersama komunitas yang ada.
Memang saya melihat bahwa salah satu kekuatan konsep sistem yang dibangun pak Gatot HP adalah pada konsepnya yang memadukan pengembangan komunitas daerah, pendorongan kontribusi pemerintah daerah serta kontribusi minimal dari Depdiknas pusat. Sedemikian kuatnya komunitas di daerah, sehingga banyak kegiatan yang akhirnya driver utamanya berhasil di-shift ke daerah dan pemerintah pusat tinggal sekedar "menambah" saja... Paradigma selama ini di hampir semua kegiatan pemerintah pusat, lebih cenderung terpusat dan top-down. Daerah benar-benar dianggap sebagai "dumb terminal" yang tidak perlu didengar pendapatnya.
Ikon pak Gatot HP, pelajaran KKPI (Keterampilan Komputer Pendidikan Indonesia) yang berhasil dibuat dan dijalankan di seluruh SMK se-Indonesia kemudian direncanakan untuk diganti dengan muatan yang dibawa Intel dan Microsoft.
Menurut saya sih wajar lah... disini selalu terjadi hal demikian ketika pimpinan berganti.
Namun akankah kemelut ini berlanjut dan mengancam keberadaan Jardiknas? Mudah-mudahan tidak. Biar bagaimanapun, secara nyata Jardiknas dengan segala kelemahannya adalah suatu hasil yang terbukti telah menjadi pionir dari berbagai perubahan di dunia pendidikan Indonesia dalam melihat TKI untuk membantu meningkatkan kualitas pendidikan kita. Sayang sekali jika harus mati sia-sia... terutama keberadaan komunitasnya serta semangat kebersamaannya yang sangat tinggi...
Update:
Berikut adalah kutipan sejarah Jardiknas versi http://jardiknas.diknas.go.id (saya copy dan paste saja disini karena takut "hilang" dari server Diknas yang menurut pengalaman sulit diharapkan untuk bisa konsisten dikelola).
Sekilas Jardiknas
Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas) adalah program pengembangan infrastruktur jaringan online skala nasional (National Wide Area Network) yang dibangun oleh Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS) Pemerintah Republik Indonesia untuk menghubungkan antar institusi dan komunitas pendidikan se-Indonesia. Jardiknas merupakan salah satu program strategis pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk dunia Pendidikan di Indonesia. Melalui infrastruktur jaringan online (Jardiknas) diharapkan dapat mempercepat pengembangan integrasi Teknologi Informasi dan Komunikasi pada program pemerintah sektor pendidikan untuk kemajuan Pendidikan Indonesia saat ini dan di masa depan.
Sejarah Jardiknas
Istilah JARDIKNAS (Jejaring Pendidikan Nasional) digunakan pertama kali bulan Juli 2006 sejalan dengan program pengembangan infrastruktur ICT (Information and Communication Technology) di lingkungan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (PSMK) Mandikdasmen Depdiknas. Pada awalnya, PSMK Mandikdasmen Depdiknas berencana membangun infrastruktur jaringan online skala nasional untuk kebutuhan interkoneksi antar sekolah (Zona Sekolah) di setiap wilayah Kota/Kabupaten se-Indonesia. Dalam perkembangannya, infrastruktur jaringan online tersebut juga dihubungkan ke seluruh kantor Dinas Pendidikan Propinsi dan Kota/Kabupaten se-Indonesia sebagai simpul lokal JARDIKNAS di daerah (Zona Kantor Dinas). Dimana setiap kantor dinas pendidikan (sebagai simpul lokal) tersebut berkewajiban untuk mendistribusikan koneksi JARDIKNAS ke sekolah-sekolah termasuk sekolah SMK yang berfungsi sebagai ICT Center di daerah masing-masing.
Sejalan dengan program JARDIKNAS, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti Depdiknas) juga turut mengembangkan infrastruktur jaringan skala nasional khusus antar perguruan tinggi yang disebut INHERENT (Indonesia Higher Education Network). Ada 32 perguruan tinggi negeri sebagai simpul lokal INHERENT dimana simpul lokal tersebut mendistribusikan koneksinya ke perguruan tinggi lain di wilayah masing-masing. Hingga akhir tahun 2006 infrastruktur JARDIKNAS dan INHERENT belum sepenuhnya terintegrasi menjadi satu kesatuan inrastruktur jaringan pendidikan nasional secara utuh.
Pada bulan Maret 2007, infrastruktur JARDIKNAS diresmikan oleh Bapak Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada acara pembukaan konferensi regional antar Menteri Pendidikan se Asia Tenggara di Bali (SEAMEO – South East Asian Ministry Of Education). Peresmian JARDIKNAS tersebut diikuti dan disaksikan juga oleh 34 lokasi terpilih melalui sistem Video Conference JARDIKNAS secara bersamaan yang melibatkan perwakilan dari beberapa Dinas Pendidikan Propinsi, Kota/Kabupaten, Perguruan Tinggi (INHERENT) dan beberapa sekolah.
Pada bulan akhir Mei 2007, Komisi X DPR RI melakukan evaluasi terhadap program Teknologi Informasi dan Komunikasi di lingkungan Depdiknas. Hasil evaluasi tersebut mengamanahkan untuk mengintegrasikan secara utuh keberadaan infrastruktur jaringan online di lingkungan DEPDIKNAS (JARDIKNAS dan INHERENT) agar berjalan dengan lebih efektif dan efisien.
Dalam rangka integrasi Jardiknas dan Inherent tersebut, Biro Perencanaan dan KLN Sekretariat Jenderal Depdiknas ditugaskan untuk membuat perencanaan dan mengimplementasikan infrastruktur jaringan online skala nasional yang terpadu. Mulai bulan Agustut 2007 program integrasi tersebut secara resmi menggunakan satu istilah saja yaitu: JARDIKNAS (Jejaring Pendidikan Nasional). Dimana infrastruktur INHERENT yang sebelumnya berdiri sendiri, sekarang telah terintegrasi secara utuh bagian dari JARDIKNAS (zona Perguruan Tinggi)
Secara umum pada Jardiknas dibagi menjadi 4 (empat) zona jaringan, yaitu: Zona Kantor Dinas Pendidikan, Zona Perguruan Tinggi (INHERENT), Zona Sekolah dan Zona Personal. Pembagian zona didasarkan pada kondisi geografis, ketersediaan teknologi, skala kebutuhan, fungsi dan manfaat program Jardiknas untuk setiap institusi dan komunitas pendidikan.
9 comments:
Izinkan sedikit mengoreksi artikel ini:
1) Anggaran Jardiknas 2008 hanya 97,15 M, itupun hanya untuk 6 bulan ke depan.
2) Pemutusan Internet 100 Mbps dari IM2 karena memang sudah habis masa kontraknya-nya per-Maret 2008 dengan Biro PKLN.
3) Biro PKLN (Depdiknas) meninggalkan 'outstanding' lebih dari 52 M kepada Telkom tanpa kontrak tahun 2007 dan kemungkinan juga terjadi pada tahun ini karena kontrak yang dilakukan Biro PKLN melampau tahun anggaran 2007, setidaknya 'outstanding' untuk 3 bulan (Januari-Maret 2008)
4) Pustekkom tidak dapat 'mewarisi' tagihan sewa bandwidth Jardiknas dari PT Telkom, karena secara resmi Jardiknas di tangan Pustekkom per-1 April 2008. Persoalan ini akan ditangani oleh Depdiknas, Depkeu dan PT Telkom nantinya..
5) Tidak benar Pustekkom 'merampas' Jardiknas dari Biro PKLN, Depdiknas hanya mentaati pada arahan DPR RI dan Itjen yang mengingatkan kepada semua jajaran Departemen untuk kembali ke tupoksi masing-masing.
Dimanapun saya akan tetap berkomitmen untuk kebaikan semua, khususnya untuk pendidikan nasional.
Demikian sedikit koreksi saya, terima kasih..
Salam hangat dari Ciputat,
Kwarta Adimphrana
pak kwarta, trm ksh banyak atas koreksinya. mudah2an bisa membuat tulisan ini menjadi lengkap dan membantu memberi pengertian yang baik tentang jardiknas bagi masyarakat.
selamat bekerja pak...
Ijinkan juga saya memberikan masukan terhadap artikel ini dan terhadap komentar pak Kwarta.
1. Pak Kwarta, silakan mengecek rencana anggaran yang diajukan oleh Pustekkom ke Depkeu melalui DJA yang saat ini sedang dikaji oleh BPKLN dengan besaran: Pengembangan dan Optimalisasi Jaringan (120,580 M), Sewa Bandwidth dan Kelengkapannya (49,825 M), Schoolnet untuk 17.297 sekolah (41,512 M), Jardiknas personal untuk 5000 guru dan siswa (12M) dan operasional pengembangan ICT Centerdi 400 titik (9,120 M). Nah, kalau melihat rencana tersebut, apakah "ruh" pengelolaan 2 tahun yang lalu masih ada ? Apalagi dengan adanya dualisme angaran pada point nomor 1 dan 2. Yang saat ini sedang ditenderkan adalah alokasi awal angaran 2008.
2. Benar, pemutusan tersebut karena kontrak berakhir pada tanggal 8 April 2008 (Bukan Maret) dan bukan berdasarkan kontrak ke Biro PKLN melainkan kontrak Indosat ke PT. Telkom. PKLN hanya mengenal 1 pemenang lelang, yaitu PT. Telkom. Mohon bapak membaca kembali dokumen lelang. Dan juga, sejak 4 Januari 2008, Pustekkom sudah mempersiapkan pengelolaan tahun 2008. Seandainya memiliki planning yang baik, seharusnya pelaksanaan lelang sudah dapat disiapkan sejak bulan 2, sehingga tidak akan ada pemutusan pada bulan 4. Namun, seperti yang bapak ketehaui juga, hal tersebut tidak dilaksanakan, karena melalui jargon "memberdayakan koneksi lokal", Pustekkom memang tidak berkeinginan mengadakan link Internasional dengan jumlah sama dengan pengelolaan 2 tahun yang lalu.
3. Outstanding yang terjadi bukanlah kesalahan Depdiknas, karena PT. Telkom sendiri yang tetap mengalokasikan bandwidth tanpa ada klausul apapun di Kontrak. Bandwidth bukanlah langganan seperti telepon, dimana pada kuitansi telepon selalu tertera mengenai klausul tunggakan. Setiap pelaksanaan kebijakan harus kembali pada kontrak sebagai hukum tertingi.
4. Pak Kwarta jangan membolak balik masalah 'outstanding', tolong baca kembali kontrak 2007. Memang dimungkinkan pengelolaan melampaui tahun anggran, Dan untuk Januari - Maret 2008 bukanlah merupakan tagihan, karena sudah termasuk di dalam kluasul kontrak. Justru, apabila diperpanjang sampai April yang notabene sudah dibawah naungan Pustekkom, maka hal ini menjadi 'outstanding'. Tolong recheck dengan tim Jardiknas Pustekkom apabila bapak tidak mengetahui sejarah kontrak2 ini, utamanya recheck kepada Dwi dan Bagus. Tim PKLN telah berkali-kali mengingatkan tentang kontrak yang jatuh tempo pada bulan April 2008.
5. Pengelolaan bukan hanya enaknya saja. Jardiknas dan seluruh pernak-perniknya adalah satu paket dan kesatuan yang tak terpisahkan. Pustekkom tidak dapat lepas tangan dan mengatakan "tidak dapat mewarisi". Kalau memang tidak dapat mewarisi, silakan melakukan lelang dari awal, membangun server dari awal, dan lain-lain, Bukankah semua yang ada saat ini juga adalah "warisan" ?
6. Masalah rampas-merampas semua sudah transparan. Bukan masalah tujuannya, tapi dalam proses pelaksanaan pemindahan pengelolaan itu yang sama sekali tidak beretika. Bapak sendiri yang mengetahui hal tersebut dan melihat langsung beberapa contoh ungkapan saya. Kalau memang berdasarkan tupoksi, mari berbuat yang terbaik sesuai tupoksi masing-masing, dan bukan dengan cara memelototi unit yang lain kemudian apabila ada yang cocok dengan tupoksinya langsung teriak-teriak. Masalah arahan oleh DPR, silakan membaca juga buku telaah TIK oleh Komisi X DPR Ri dan Depdiknas. Ada beberapa hal yang sampai saat ini belum dilaksanakan oleh Pustekkom
Komitmen kepada semua berarti mengacu kepada tupoksi tunggal yaitu "Mempercepat pencerdasan anak bangsa"
Dan semoga dapat dilaksanakan secara berkelanjutan, berkesinambungan serta lepas dari hal-hal yang membela kepentingan pribadi ataupun golongan.
Demikian sedikit masukan dari saya, terima kasih...
Khalid Mustafa
Wah.. sedih membaca perdebatan yang nggak berujung ini. just like a vicious circle ! Mari kita kembali bekerja ke tempat kita masing-masing. Semoga.
Jardiknas adalah program sangat strategis bangsa Indonesia utk memajukan bangsanya menjadi sejajar dengan bangsa maju lainnya. Harusnya para pejabat level tinggi harus mampu menyelesaikan masalah2 yang dikemukakan disini. Sehingga para "pendekar lapangan" seperti pak Kwarta dan pak Khalid bisa fokus bekerja di lingkup kerja operasionalnya masing2...
Mudah2an para pejabat tinggi Depdiknas bisa segera melihat masalah ini secara jernih dan menyelesaikannya secepat mungkin secara bijak.
rupanya mas kwarta sudah lupa akan komunitasnya dulu yaaaaaa???
Mas khalid,
he..he..he.. Saya nggak begitu tau 'invisible hand' itu mas. Yang saya tau 'invisible trade', salah satu buku best seller tulisan seorang wartawan Washington Post yang mengupas kehidupan malamnya Singapura. Buku setebal kurang lebih 120 halaman itu habis saya baca di atas Silk Air dari Singapura Balikpapan.Saya pikir ini rekor terbaik saya dalam soal baca membaca :-)
Btw, saya support apa yang disarankan senior saya, Mas Adriyanto. Saya perhatikan 'pergulatan' ini terus terjadi diantara teman-teman kita yang notabene bukan pengambil kebijakan. Makanya ya...terus berputar di situ-situ saja. Kayak obat nyamuk aja ha... ha... ha...
"Kabarnya, Pustekom mengambil seorang pentolan Jardiknas untuk menjalankan program maha besar ini. "
Tolong pak diralat kata-kata ini, seingat saya tidak ada tuh pentolan Jardiknas yang ikut ke Pustekkom, yang ada cmn Pak Kwarta saja, dan Pak Kwarta kan tidak terlalu menjadi bagian penting dalam Program Jardiknas BPKLN, beliau hanya Konsultan dan tidak terlalu mengerti banyak tentang konfigurasi Jardiknas baik Teknis maupun Manajerialnya (Maaf, ini harus saya luruskan). Pentolan2 jardiknas sekarang sudah pada pulang kampung semua kerumahnya masing2 lagi :D. Wong ama negara dah gak dianggap :P. thx
maaf, istilah "pentolan jardiknas" mungkin mengganggu. tapi itu hanya istilah saja dari saya utk menggambarkan ada orang yg hijrah dari ngurusin jardiknas sebelumnya ke pustekom... no big deal :-)
Post a Comment