Search This Blog

Hexatar - Make your own cartoon picture

03 July 2009

Komputer vs Mesin Tik

Berikut sedikit cerita nyata mengenai teknologi dan pemanfaatannya yang tidak tepat guna. Cerita ini adalah contoh klasik dari bagaimana masyarakat melihat teknologi saat ini. Pandangan yang harusnya membuat kita semua berpikir kembali untuk apakah sebenarnya teknologi dibuat. Untuk mempermudah hidup? Atau malah mempersulit?


Pagi ini saya harus memperbarui KTP saya habis masa berlaku sekaligus hilang. Tahap pertama yang harus dilakukan adalah membawanya ke Ketua RT yang langsung mengeluarkan surat keterangan sederhana. Semua ditulis dengan tangan dan langsung distempel, 10 menit selesai. Kemudian saya menuju ke Kantor Kelurahan yang berada dekat rumah saya. Saat itu wilayah tempat tinggal saya tepat mendapat giliran pemadaman listrik. Urusan sangat lancar karena surat keterangan dari Lurah juga dikerjakan full secara manual dengan tulisan tangan. Hanya ada sedikit kesulitan ketika mencari data nomor KK dan "nomor SIAK" *) saya karena sangat jeleknya database mereka yang hanya berbasis buku-buku register lusuh.

Karena KTP asli saya yang lama hilang, maka saya harus meminta surat keterangan kehilangan dari Lurah. Majulah saya ke meja petugas khusus yang menangani masalah ini. Disini teknologi mulai digunakan. Dengan mesin tik petugas tersebut membuatkan saya surat keterangan. Data pribadi saya langsung diambil manual dari berkas-berkas untuk pengurusan KTP sebelumnya. Sedih juga melihat mesin tik yang digunakan, ternyata mesin ini telah rusak sehingga saat mengetik roll penahan kertas tidak bisa lagi otomatis bergerak kekiri. Jadi petugas tersebut membuat karet penarik menggunakan ban dalam bekas yang diikatkan ke ujung tuas mesin tik dan memaku ujung lainnya ke dinding di sebelah kiri mesin tik. Sehingga saat mengetik, kertas bisa bergerak kekiri tertarik oleh karet ini. Kreatifitas yang sangat tinggi sehingga bisa menghemat uang negara. Tidak perlu beli mesin tik baru. Dalam waktu sekitar 10 menit selesai.

Setelah itu, saya menuju ke kantor polisi karena harus membuat surat keterangan kehilangan KTP. Tampak segerombolan petugas polisi ngobrol di ruang penerima tamu. Mungkin karena listrik padam, mereka duduk-duduk saja karena tidak ada kerjaan. Saya lapor dan bilang bahwa saya ingin membuat surat keterangan kehilangan. Dengan santun petugas menjawab, "Maaf pak, listrik mati, kami tidak bisa membuatkan surat untuk bapak, silahkan datang lagi nanti siang". Jawaban ini ditimpali lagi oleh rekan polisi disebelahnya dengan logat Sumatera yang kental, "Gak bisa pak, listrik mati... gak bisa kerja lah kita semua ini...".

Saya langsung ingat para petugas di Kantor Kelurahan sebelumnya dan pak RT saya yang tidak terpengaruh sedikitpun oleh padamnya listrik. Artinya proses kerja mereka lebih realistis, yang penting pelayanan pelanggan bisa jalan, alat yang digunakan sedapat mungkin disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Sudah tahu kota Samarinda tempat kami ini sangat sering mengalami pemadaman listrik bergilir, mengapa harus tergantung dengan komputer.

Saya yakin 100% bahwa komputer di kantor polisi tadi hanya digunakan untuk mengetik surat "manual" sederhana yang kemudian di-print di printer. Mungkin pakai MS Word. Kita harus tahu bahwa MS Word adalah teknologi versi lebih canggih dari mesin tik. Kalau untuk pekerjaan sederhana, posisi komputer tadi sama dengan mesin tik. Kecuali untuk keperluan-keperluan lain yang lebih kompleks.

Bisa jadi para polisi tadi terlalu malas, bukan karena tidak ada mesin tik di kantornya. Tapi cerita ini terjadi di hampir seluruh pelosok dunia. Inilah cara pandang umum masyarakat melihat teknologi. Kalau ada yang baru, kenapa pakai yang lama? Walaupun ternyata fungsinya sama...

Pesan ini tentu saja penting untuk diperhatikan oleh para pemegang keputusan dalam bidang apa saja. Wilayah Indonesia yang luas sebagian besar masih menghadapi kendala dasar infrastruktur berbasis teknologi. Ya listrik, ya telekomunikasi, dll... Buatlah program-program yang realistis sesuai keadaan masing-masing daerah.

Jangan sampai ada lagi penghamburan uang negara seperti untuk membelikan ribuan komputer untuk sekolah, kemudian disebar di daerah-daerah yang masih bermasalah dengan listrik, pasti mubazir. Kalaupun mereka menggunakan generator portabel untuk pembangkit listrik, tetap akan bermasalah karena komputer kemudian rusak karena power supply jebol tidak mampu menahan arus listrik yang tidak stabil.

Carilah teknologi "tepat guna" sesuai keadaan kita...

*) SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kepegawaian)

3 comments:

Blog Design Tutorial said...

Postingan yang bagus friend, lanjutkan berkreasi, oh ya tukeran link yuk ?

Web saya disini : www.idonbiu.com (pr4)

Tar kasi tau disana ya kalau mau tuker link Blogspot Tutorial and Design

Darwin Hulalata said...

Bos adjier yang lagi tersiksa karena Listrik mati. emang sial rasanya hari itu untuk bung Adjier. tetapi emang perlu juga untuk melihat kembali perkembangan tehnologi dan kebutuhan....
Memperhatikan cerita anda emang PLN perlu bertanggung jawab terhadap kita yang merasa rugi karenanya. (mungkin PLN perlu membaca kembali UUD 1945)
Untuk bung Adjir sabar itu indah karena emang kita sebagai rakyat masih menjadikan Objek utama untuk pemerintah mendapatkan Rupiah. Padahal perlu disadari oleh Pemerintah Bahwa Hak Masyarakat perlu juga mendapat perhatian. Padahal cerita itu hanya satu sisi dari kerugian PADAMNYA LISTRIK.
Semoga saja Hak Masyarakat untuk mendapatkan Haknya sebagai Rakyat segera terealisasi, sebab suatu Negara tanpa Rakyat jadi apa ya....

Anonymous said...

artikel yang sangat membantu, thx min...
http://cody.id/produk/lcd-separator/

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...